New : Konspirasi

New : Pesanan Dunia Baru

Random Post

New : Popular Post


ImageHost.org

Siapa Takut Dengan Jumlah Penduduk Milyaran Orang?

Minggu, 03 April 2011

Vaksin dan Sistem Dajjal
WHO Bermain Api Pandemik
Milyarder Berkumpul Minta Menahan Laju Pertambahan Jumlah Penduduk
8 Alasan Mengapa Orang Minum Soda & 16 Alasan Berhenti Minum Soda
Minum Soda Dapat Menyebabkan Anda Lumpuh
Ilmuwan Top Menganjurkan Pengurangan Jumlah Penduduk Dunia Sebesar 90%
Umat Manusia Terancam Depopulasi
Jangan Percaya Hype--Fructose Sungguh Lebih Banyak Buruknya Daripada Glukosa
Beberapa Jenis Makanan Bayi Lebih Buruk Daripada Jumk Food
92 Gejala Penyakit Akibat Aspartame

Siapa Takut Dengan Jumlah Penduduk Milyaran Orang?

Who's afraid of billions of people?
Menjelang Hari Kependudukan Dunia PBB (UN's World Population Day),
bantahan-bantahan tajam muncul melawan setiap usaha untuk membujuk, memaksa,
atau meyakinkan manusia untuk memiliki anak lebih sedikit. (Brendan O'Neill)
David Rockefeller
Sabtu, 11 Juli adalah Hari Kependudukan Dunia. Hari di mana lembaga-lembaga yang bernaung di bawah PBB akan berusaha untuk meyakinkan kita bahwa pertumbuhan jumlah penduduk adalah penyebab banyaknya krisis ekonomi dan lingkungan di planet ini. Di sini, kami mempublikasikan cuplikan dari sebuah pernyataan seorang editor tajam, Brendan O'Neill yang disampaikannya pada tanggal 3 Juli. Pernyataan yang berisi tentang bantahannya dalam rangka melawan segala usaha untuk mengendalikan jumlah penduduk.
Hari ini, saya ingin mendesak kepada PBB bahwa seharusnya tidak ada pembatasan yang berlebihan terhadap pertumbuhan jumlah penduduk dan tidak perlu ada usaha untuk membujuk, memaksa, atau meyakinkan orang-orang untuk memiliki anak lebih sedikit. Saya harap dalam kehidupan saya, jumlah penduduk di bumi ini akan mencapai puluhan miliar, dan bila tidak ada hambatan, jumlah penduduk dunia dapat mencapai ratusan miliar.
Alasan mengapa saya mengungkapkan hal ini karena sikap kita terhadap tingkat jumlah penduduk pada dasarnya, mencerminkan sikap kita kepada kepandaian manusia. Perdebatan tentang jumlah penduduk seringkali dikemas dalam tema kependudukan dan tema ilmiah. namun nyatanya perdebatan ini menyangkut isu politis, mencerminkan sikap politik yang berbeda. Saat Anda yakin pada jumlah penduduk, keadaan hari ini menunjukkan banyak hal kepada kita mengenai keyakinan itu dalam ide-ide peningkatan, baik dalam peradaban dan kemanusiaan itu sendiri.
Maka patutlah kita mempertanyakan apa yang mendorong dilakukannya usaha-usaha terhadap pengendalian dan penguarangan junlah penduduk? Mereka sudah melakukannya selama beberapa abad namun alasannya sudah berubah dalam kurun waktu tersebut. Orang pertama yang menyebar kepanikan mengenai jumlah penduduk adalah Thomas Malthus pada abad ke-18. Ia mengatakan bahwa permasalahan utama apabila terlalu banyak manusia lahir, maka makanan yang tersedia tidak akan mencukupi untuk memberi makan mereka. Malthus sangat meremehkan kemampuan masyarakat industri untuk menghasilkan pangan lebih banyak.
Pada awal abad keduapuluhan terdapat argumentasi-argumentasi yang nadanya rasial dan eugenic (berkaitan dengan peningkatan garis keturunan): beberapa mengklaim bahwa terlalu banyak orang Afrika dan Asia, mereka mungkin dapat melemahkan kekuatan bangsa-bangsa kulit putih di Eropa.
Baru-baru ini, pelobi pengendalian jumlah penduduk telah menerima argumentasi-argumentasi aktivis lingkungan. Sekarang mereka mengatakan bahwa dengan banyaknya manusia akan menuntut banyak kepada bumi kita, menggunakan semua sumber alamnya serta merusak keaneka-ragamaman hayati. Bahkan beberapa aktivis lingkungan melihat manusia sebagai sebuah ‘wabah di bumi' dan "organisme patogen". Dengan kata lain, kehidupan manusia adalah penyakit yang membuat bumi menderita.
Pada kenyataannya, sepanjang waktu pendapat-pendapat yang telah mengemuka tentang lobi pengurangan jumlah penduduk dapat berubah-ubah alasan dasarnya, sementara inti anggapannya ‘terlalu banyak penduduk' tetap sama, hal ini menunjukkan bahwa memang pandangan politis digunakan dalam pembenaran sosial dan ilmiah. Ini sudah menjadi sebuah prasangka nyata, dilakukan oleh orang-orang tertentu, mencari-cari alasan pembenar disekitarnya yang sedang hangat atau gagasan-gagasan baik untuk menutupi maksud sebenarnya.
Saatnya kini kita mempertanyakan, bila bukan menghancurkan, sebagian dari ide-ide yang dianggap baik di mana para pengikut Malthus menggunakannya. Terutama ada tiga bidang yang ingin Saya perhatikan : masalah sumber daya, ruang, dan ide bahwa banyaknya jumlah manusia menyebabkan kemiskinan dan kemelaratan.
Pertama, pada sumber daya: alasan seringkali dibuat oleh pengikut Malthus bahwa terdapat sebuah kepastian, jumlah sumberdaya yang terbatas di atas bola dunia yang terdiri dari gas dan air yang kita sebut bumi ini, dan bila jumlah penduduk meningkat pada jumlah tertentu, maka sumber daya tersebut akan dipakai seluruhnya.
Ini merupakan sebuah penggambaran yang sangat tidak jujur terhadap apakah sebenarnya sumber daya itu. Ada sedikit koreksi atas pengertian tersebut. Pertanyaan tentang apakah yang merupakan sumber daya dan apa yang bukan merupakan sumber daya mengalami perubahan sepanjang waktu, tergantung pada tingkat perkembangan yang dicapai oleh beberapa kelompok manusia tertentu.
Sumber daya bukan sejumlah benda yang mampu dihitung; sumber daya memiliki sebuah sejarah dan sebuah masa depan. Sebagai contoh, dalam banyak sejarah lautan dianggap rintangan yang buruk. Orang-orang menganggapnya sebagai rintangan, sebagai perusak kehidupan manusia yang tidak dapat diduga, sebagian hal yang berani mereka lakukan adalah hidup pada garis-garis pantai. Namun saat manusia mencapai puncak perkembangan sosial dan teknologi pada abad ke-16 dan seterusnya, lautan dianggap sebagai tujuan melakukan perjalanan dan tempat mencari sumber daya. Kini kita melakukan perjalanan melewati lautan, menemukan ikan dan tambang yang kita gunakan keduanya untuk mendapatkan bahan makanan dan minyak.
Sama halnya dengan lautan, batu bara dahulu dianggap sebagai kunci sumber daya alam bagi masyarakat industri Barat. Kini jenis tambang tersebut menjadi kurang penting. Betapapun, batu bara masih penting bagi masyarakat berkembang seperti Cina. Sifat alami dari sumber daya tersebut mengalami perubahan. Demikian juga bagi sebagian besar sejarah manusia, uranium bukanlah jenis tambang yang penting. Tidak banyak hal yang mampu dimanfaatkan oleh manusia dari uranium. Padahal masyarakat kuno sekitar 2000 tahun yang lalu, menggunakan uranium untuk menjadikan kaca lebih terlihat kuning. Demikianlah adanya! Hari ini, di masa nuklir potensial, uranium dapat digunakan untuk membuat sejumlah listrik dan energi yang besar dan untuk menggerakkan keseluruhan wilayah.
Sumber daya tidak berada dalam pengertian yang pasti; penemuan dan penggunaan mereka tergantung pada sifat dari masyarakat itu sendiri. Siapa yang mengetahui apa yang akan kita pikirkan sebagai sumber daya di masa depan? Siapa yang mengetahui seberapa jauh kita dapat menekan penggunaan uranium atau kapan kita akan menemukan unsur lain yang juga mungkin mengubah keadaan manusia?
Dalam hal ruang, sebuah hal yang jelas tidak benar bahwa bumi terlalu padat oleh manusia, sebagaimana Anda sering mendengarnya pendapat pendukung teori Malthus. Manusia hanya tinggal dalam sebagian kecil wilayah dari planet ini.
Sebagai contoh negara Inggris. Banyak aktivis lingkungan dari Partai Nasional Inggris menggambarkan Inggris kelebihan jumlah penduduk, terlalu banyak orang, terlalu banyak pendatang, terlalu banyak orang bodoh dan tidak berpendidikan, atau apapun anggapan anda.
Pada kenyataannya, hanya sekitar 7-8 % orang Inggris yang tinggal menetap - itu artinya hanya sekitar 7-8 % yang membangun lingkungan mereka. 46 persen dari pulau-pulau di Inggris digunakan untuk pertanian (dan sebagian besar diolah dengan cara lebih intensif), 29 % dari bagian tersebut bersifat semi-natural, dan 11 % atau 12 % merupakan tanah berhutan. Masih banyak ruang di Inggris untuk manusia, apabila kita sungguh-sungguh membangun sebuah kota baru di negeri tersebut.
Pada skala dunia, seorang penulis Amerika telah memperkirakan bahwa Anda dapat memindahkan setiap makhluk hidup di bumi ke negara-negara bekas Yugoslavia, di mana mereka dapat hidup cukup nyaman. Planet ini tidak mengalami kepadatan yang berlebihan. Dengan perkiraan dan perencanaan yang benar, dan dengan sebuah pandangan bahwa sumber daya tidak sangat terbatas yang tidak bisa mampu menampung kita di dalamnya, akan tetapi sebagai elemen-elemen yang seharusnya kita gali dan kita olah. Kita dapat menggandakan dengan nyaman jumlah penduduk lebih dari seratus kali.
Kemudian ide tentang jumlah penduduk yang menyebabkan kemiskinan dan kemelaratan. Tidak hanya salah, hal itu juga merupakan satu dari pendapat atau pengaruh yang jahat dari pengikut Malthus. Sebagian dari daerah yang memiliki jumlah penduduk besar - seperti California - justru kaya, sejahtera, dan hidup bahagia, sementara sebagian dari daerah yang memiliki jumlah penduduk jarang - sebagai contoh negara di Eropa: Irlandia - relatif miskin dan sangat tergantung pada bantuan Uni Eropa. Sebuah wilayah yang sangat padat seperti Manhattan mampu tumbuh dengan subur, sementara sebagian di Sudan yang sebagian daerahnya berpenduduk relatif sedikit, mengalami kemiskinan dan kelaparan.
Omong kosong tentang jumlah manusia sendiri dapat ditemukan apabila anda mengetahui contoh sejarah seperti Irish Potato Famine (kelaparan yang pernah melanda Irlandia karena kekurangan bahan makanan/kentang) pada tahun 1840-an. Peristiwa tersebut merupakan satu dari tragedi kemanusiaan yang pertama. Di saat itu banyak muncul anggapan bahwa jumlah penduduk yang terlalu banyak sebagai permasalahannya. Banyak orang mengatakan bahwa 2 juta orang mati kelaparan karena jumlah mereka yang terlalu banyak dan tidak tersedia cukup bahan makanan kentang: matematika sederhana. Pada kenyataannya, pernyataan tersebut mengabaikan faktor kekuatan politik dan sosial yang juga memiliki andil dalam peristiwa kelaparan tersebut: Peristiwa ini terjadi bukan karena jumlah penduduk orang Irlandia yang banyak, melainkan peran Irlandia sendiri yang tunduk kepada Inggris sebagai wilayah koloninya yang menyebabkan dan mendorong terjadinya kelaparan.
Dewasa ini juga, mereka yang membicarakan tentang kelaparan dan kematian akibat kemiskinan alasan penyebabnya karena jumlah penduduk yang terlalu banyak - sebenarnya cukup memalukan - kenyataannya karena tindakan pemerintah yang tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut dengan solusi yang sungguh-sungguh terhadap masalah sosial dan pembangunan, dan membiarkan masyarakatnya sendiri membebaskan diri dari kesulitan serta mengalihkan perhatiannya jauh dari permasalahan yang sebenarnya. Dengan efektif mereka menimpakan kesalahan kepada orang-orang yang memiliki banyak anak karena kesuburannya sebagai penyebab pembawa kelaparan dan kemelaratan. Kebiasaan dalam mengungkapkan dan menyederhanakan permasalahan sosial seperti terhadap bencana demografis, merupakan salah satu kecenderungan perdebatan yang seharusnya sudah mulai ditinggalkan. Dan ini merupakan kebingungan yang fatal pengikut Malthus: mereka mengalihkan perhatian orang jauh dari pembicaraan dan pandangan untuk memperbaiki keadaan masyarakat serta mengalihkannya kearah kemungkinan-kemungkinan solusi untuk mengurangi jumlah manusia.
Jadi apabila alasan sumber daya dan tempat merupakan sesuatu yang tidak ada gunanya, dan alasan kelebihan jumlah penduduk-sama dengan kemiskinan merupakan sebuah kebingungan besar, pandangan apa sesungguhnya yang mendorong pengendalian-jumlah penduduk? Saya ingin mengatakan bahwa apa yang sebenarnya terbatas bukanlah sumber daya, melainkan kepercayaan pengikut Malthus dalam kehidupan manusia. Teori Malthus tidak produktif dan batal.
Bagi mereka, makhluk hidup lain tidak lebih dari ‘mulut untuk diberi makanan'. Katanya, mereka ‘Setiap tahun memberi makan 10 juta orang (1). Sekalipun demikian, makhluk hidup tidak sekedar bersendawa saja, mereka pengguna sumber daya dan hayati; juga penemu sumber daya, pencipta sumber daya, pembentuk masyarakat, membuat wilayah-wilyah perkotaan dan sejarah. Makhluk hidup bukan hanya sebuah mulut yang harus diberi makan tetapi juga otak yang dapat berpikir, dan sepasang tangan yang dapat bekerja. Pendukung teori Malthus saat ini memiliki keberanian untuk mengungkapkan batasan keyakinan mereka kepada manusia yang disampaikannya dengan cara-cara yang ilmiah, meskipun pada kenyataannya merupakan ‘fakta' bahwa mereka tidak berguna: Malthus melakukan kesalahan saat ia mengatakan manusia akan mati kelaparan sebagai akibat pertumbuhan jumlah penduduk yang terjadi lebih cepat daripada produksi makanan; maka dalam tahun 1970-an para pendukung pengendalian jumlah penduduk mengatakan bahwa kelaparan massal akan menyapu penduduk yang padat di Dunia Ketiga dan membunuh jutaan lainnya.
Jika anda ingin mengetahui apa yang sebenarnya mendorong para pendukung teori Malthus, di balik semua keilmiahan dan angka-angka besar yang mereka tunjukkan, kemudian pikirkanlah apa yang disampaikan oleh seorang penyebar panik masalah kependudukan kontemporer, Paul Ehrlich (seorang profesor pengkaji kependudukan di Amerika dan penyokong lembaga Optimum Population Trust). Pada tahun 1970-an, ia mengungkapkan berbagai teori tentang tingkat jumlah penduduk. Dan pada tahun 1971, dalam kunjungannya ke New Delhi, ia menulis:
"Jalan-jalan terlihat penuh-sesak dengan manusia. Ada yang sedang, mencuci, tidur, saling berkunjung, berdiskusi, menjerit. Peminta-minta memasukkan tangannya melalui jendela taksi. Ada yang BAB dan BAK. Mereka berdesakan dalam bis, menggembalakan hewan. Manusia, manusia, manusia, manusia. Ketika berjalan pelan-pelan melewati kerumunan orang, suasananya bercampur aduk dengan debu, sura bising, panas membakar yang membuat suasana buruk. Akankah kita sampai ke hotel...? Sejak malam itu aku mengerti bagaimana rasanya bila terlalu banyak jumlah penduduk" (2)
Itulah sesungguhnya yang berada di balik Malthusianisme: tidak ilmiah pandangannya terhadap masalah kelebihan jumlah penduduk, yang ada hanyalah pandangan picik berupa anggapan para juru kampanye semata-mata, dimana hanya mendasarkan pengalaman, khususnya di Dunia Ketiga seperti yang digambarkan di atas. Siapapun yang berpikir bahwa manusia adalah sesuatu yang baik dan bukan sebuah ancaman, dan yang percaya bahwa manusia dapat menemukan jalan keluar dari berbagai permasalahannya, jika kita memikirkannya maka seharusnya menolak program pengendalian jumlah penduduk dan menjadikannya sebagai kasus pelanggaran kebebasan memilih dalam hal reproduksi.
Brendan O'Neill adalah editor dari Spiked. Tulisan ini merupakan versi cetak dari pidato yang disampaikannya dalam akhir acara Debating Matters di London tanggal 3 Juli 2009, dalam debatnya dengan Adrian Stott dari lembaga Optimum Population Trust. Dokumen selengkapnya mengenai debat tersebut, dan mengenai masalah kelebihan jumlah penduduk (overpopulation), kunjungi the WORLDbytes TV channel.
Original source: http://www.spiked-online.com/index.php/site/printable/7136/


ImageHost.org

BACALAH ALQURAN WALAU SATU AYAT SAJA. SUPAYA SEJUK HATI ANDA

:::Petunjuk::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::Jalan Keluar:::