New : Konspirasi

New : Pesanan Dunia Baru

Random Post

New : Popular Post


ImageHost.org

Ancaman Bahaya Depleted Uranium

Jumat, 18 Maret 2011


Ancaman Bahaya Depleted Uranium

oleh: Thomas D. Williams
Wednesday 13 August 2008 , t r u t h o u t | Report
leuren-moret

"Penyebab polusi terbesar di Amerika Serkat adalah "Departemen Pertahanan AS , sekarang ini sedang membersihkan sampai 29,500 tempat, baru atau lama yang terkontaminasi disetiap wilayah negara bagian. Di California sendiri terdapat 3,912 lokasi yang terkontaminasi, di atas lokasi 441 buah instalasi Departemen Pertahanan yang baru dan lama. Banyak fasilitas milik Departemen Pertahanan AS telah mencemari sumber air minum bawah tanah .... Biaya untuk membersihkan racun mesiu yang mencemari dan perlengkapan perang artileri yang belum meledak dan masih aktif serta bekas instalasi militer di seluruh negara dapat mencapai US.$. 200 milyar." - The National Resources Defense Council, April 21, 2004
M1_du
"Departmen Pertahanan menolak untuk mematuhi perintah atau menandatangani kontrak untuk membersihkan 11 lokasi pembuangan sampah (nuklir?), termasuk sebuah di Hawaii, dan telah meminta Gedung Putih serta Departemen Kehakiman untuk campurtangan atas atas namanya." - Associated Press, Juli 1, 2008
Sementara mencoba bertindak sebagai watchdog nuklir di planet ini, Amerika Serikat dan Inggris Raya telah menjadi dua penyebab kanker paling besar dunia, kanker yang disebabkan oleh debu radiasi dan pengotor proyektil depleted uranium
Dengan menggunakan tank dan pesawat, militer Amerika Serikat dan Inggris telah menembakkan ratusan ton mesiu radioaktif depleted uranium (DU) sewaktu Perang Gurun Pertama, Perang Balkan, dan perang yang baru-baru ini terjadi di Afghanistan serta Irak. Selama dua dekade berturut-turut pemimpin pemerintahan Amerika dan Inggris sedikit saja melakukan upaya menyapu bersih sampah nuklir sisa peperangan yang berbahaya ini. Dan ketika berulang-kali ditanyakan tentang sampah senjata DU itu, juru bicara Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown dan President Amerika, George W. Bush, demikian pula kedua kandidat Presiden Amerika, baik Senator Barack Obama (D-Illinois) maupun Senator John McCain (R-Arizona), tidak memberikan reaksi terhadap sejumlah besar e-mail dan panggilan telepon selama waktu satu bulan ini.
Ironinya, sementara menembakkan sampah nuklir di seluruh wilayah Iraq, Afghanistan dan bekas negara Yugoslavia, baik Inggris maupun Amerika Serikat secara tetap mengkritik sambil menterapkan tekanan keuangan atau politik kepada Iran, Syria, Korea Utara dan Pakistan karena mengembangkan senjata nuklir. Dari ke-empat negara tersebut, hanya Pakistan yang disebut-sebut memiliki amunisi depleted uranium, namun angkatan bersenjatanya tidak pernah menggunakan senjata tersebut.
Depleted uranium adalah sebuah produk sampingan dari natural uranium yang dikayakan untuk kualitas reaktor nuklir atau kualitas senjata uranium. Tambahan lagi senjata itu digunakan sebagai pelapis baja untuk melindungi tank. Kepadatan metalnya ideal untuk membuat amunisi yang siap menembus tank dan kendaraan lapis baja lainnya dengan membakar dan melubanginya. Tetapi selama proses pembuatannya, mesiu tersebut mengeluarkan debu radio aktif dengan jumlah yang besar yang dapat diterbangkan oleh angin sejauh 20 sampai 30 mil. Kadang-kadang projektilnya tidak meledak. Bahkan turun ikut terkubur dengan sendirinya. Sekarang senjata DU tersebut mengotori atau mengancam penyediaan air, tanah, tumbuh-tumbuhan, burung dan binatang lainnya di wilayah tempat peperangan terjadi.
dus31
Potentially Serious Health Impacts
Bahaya puing-puing DU termasuk diantaranya meningkatkan jumlah penyakit kanker pada anak-anak dan penyakit-penyakit lainnya di Eropa dan Timur Tengah. Partikel DU yang halus juga dapat merusak ginjal, kulit dan lensa mata. Dan ketika terhirup atau tertelan oleh manusia, binatang atau ikan, debu DU dapat merusak kesehatan secara serius dan permanen. Curahan DU mencemari wilayah daratan secara permanenparuh-umur 4.5 milyar tahun... Debu Uranium tetap hidup di dalam paru-paru, dalam darah dan organ tubuh lainnya selama bertahun-tahun. Menurut laporan setelah Perang Teluk, debu uranium telah menyebabkan apa yang disebut dengan penyakit misterius terhadap lebih dari 350,000 orang anggota militer Amerika Serikat, banyak diantara mereka yang tidak berhasil ditangani secara medis.
Sedikitnya di empat negara bagian, yaitu New York, California, Louisiana dan Connecticut - telah berusaha meloloskan rancangan UU namun gagal memaksa Departemen Pertahanan untuk melakukan pemeriksaan dan merawat lebih baik bagi veteran perang yang terkena pajanan DU sewaktu masa peperangan.
"Sejumlah besar penetrator depleted uranium berkarat yang menempel di permukaan tanah akan merupakan ancaman jangka panjang jika larut kedalam sumber air," Sebuah studi ilmiah yang dilakukan oleh British Royal Society menyatakan. Setelah granat ditembakkan, tanah menjadi tercemar dengan partikel buangan depleted uranium dan oleh beberapa bagian dari mesiu itu sendiri. Yang tercemar DU harus dipindahkan dari daerah lokasi sekelilingnya yang diketahui terdapat pengaruh penetrator yang kuat ," demikian kata the Royal Society. "Percontohan lingkungan jangka panjang, terutama sekali air dan susu, lingkungan membutuhkan dan harus disediakan metoda monitoring komponen yang sensitif serta hemat biaya, serta menyediakan informasi mengenai tingkat uranium yang ada untuk dijadikan perhatian oleh penduduk setempat.. Monitoring perlu ditingkatkan di beberapa tempat, dengan menyebutkan asesmen risiko tertentu, jika situasinya menjamin keabsahan untuk pertimbangan lebih lanjut."
How-DU-enters-body
Walaupun Royal Society menegaskan ancaman yang merusak kesehatan kepada mereka yang menghirup jumlah yang banyak dari debu depleted uranium dibandingkan dengan mereka yang menghirup sedikit dan terbatas, namun sebuah studi terhadap anak-anak di Irak, yang terkena debu DU sewaktu berkecamuk peperangan, ternyata bertentangan dengan penilaian tersebut. Dr. Souad N. Al-Azzawi, seorang anggota dari Brussels Tribunal Advisory Committee, mengatakan bahwa anak-anak yang menghirup nafas atau menelan partikel yang terkena radiasi di daerah dimana Amerika Serikat menembakkan mesiu DU dengan intens "memberikan bukti kuat adanya hubungan antara terkenanya radiasi tingkat rendah dan akibat yang merusak kesehatan," Pajanan DU menciptakan" tingkat insiden yang menimbulkan satu pergeseran leukemia terhadap anak-anak yang lebih muda baru-baru ini,"demikian kata sang Doktor. Penyelidikan   lain dilakukan oleh tiga orang profesor di
Universitas Massachusetts dan Universitas Tufts menyimpulkan: bahwa "Bukti jumlah kumpulan epidemiological manusia adalah konsisten dengan tingkat risiko cacat kelahiran dalam keturunan dari orang yang terkena DU."
Empat tahun lalu, pemerintahan sementara Iraq meminta bantuan kepada PBB untuk meratakan lubang-lubang yang dalam di negaranya, yang dipenuhi dengan bongkahan projektil mesiu, peralatan penghancur DU, pecahan acak partikel-partikel dan angin yang membawa hujan debu DU. PBB menghimbau militer Inggris dan Amerika Serikat untuk membersihkan kerusakan yang diakibatkan DU yang mereka ciptakan, namun tanpa hasil yang efektif. Faktanya, ahli pembersihan lingkungan PBB telah meminta pejabat-pejabat Inggris dan Amerika Serikat untuk menunjukkan dimana lokasinya senjata DU ditembakkan di Irak, namun mereka hanya dilaporkan menerima koordinat penembakkan DU dari Inggris.
DU Cleanup Required But Ignored
Baik pejabat berwenang Inggris maupun Amerika Serikat keduanya tidak memenuhi tawaran untuk menambah dana sumbangan yang dianggarkan sebesar US$ 4.7 juta yang terutama disumbang oleh Jepang kepada PBB untuk mengevaluasi tempat-tempat peperangan yang tercemar yang oleh ahli kesehatan dikatakan mengancam jutaan rakyat Irak. Tetapi bertentangan dengan bukti ilmiah, dalam akhir bulan Oktober 2004, Lt. Col. Mark Melanson dari angkatan bersenjata mengatakan bahwa anggaran lima tahun Departemen Pertahanan sebesar US$ 6 juta untuk anggaran dipergunakan untuk melihat percobaan simulasi peledakan tank DU "risiko kimia yang begitu rendah ketika bernafas dalam debu uranium yang tidak akan menyebabkan risiko kesehatan dalam jangka panjang, " bahkan terhadap kru tank.
Akan tetpi, peraturan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat 700-48 dan Technical Bulletin 9-1300-278 telah selama bertahun-tahun menuntut pembersihan residu dan pemusnahan depleted uranium yang ditembakkan. "Bahan dan buangan radioaktif tidak akan dibuang dan dikubur ditempat itu, perendaman dan pengabuan serta penghancuran di tempat, atau dengan bebas semuanya tanpa persetujuan dari komandan," demikian bunyi peraturan itu. "Jika pembuangan ditempat disetujui, komandan yang bertanggungjawab harus membuat dokumen mengenai sifat-sifat umum bahan yang dibuang dan lokasi yang pasti tempat pembuangannya."Peralatan radioaktif di bawah peraturan yang sama harus dibersihkan dan dibuang segera setelah dipakai. Peraturan penting militer lainnya adalah meminta semua sopir Tank untuk diperiksa secara medis jika mereka terkena debu atau pecahan radioaktif.Pensyaratan yang sama dari Inggris  melarang tanpa izin mengumpulkan sampah radioaktif.
Salah satu contoh yang paling penting mengenai masalah senjata depleted uranium dan bahayanya terhadap umum baru-baru ini telah membuka babak baru dalam sejarah panjang mesiu. Dihadapan Pentagon dan Angkatan Bersenjata penolakan yang berulangkali akan perlunya mengikuti peraturannya sendiri, repeated denials of the need to follow their own regulations, masih pemimpin yang sama terlibat dalam sebuah pembersihan besar dan final senjata DU yang mahal di Camp Doha, sebuah pangkalan militer yang luasnya 500 ha di Kuwait.
Meskipun potensi bahaya terhadap kesehatan kepada siapapun yang berjalan dekat penyimpanan, kebanyakan bahan berbahaya ini tetap berada di permukaan dan bawah tanah di dalam pangkalan militer yang masih aktif ini lebih dari satu setengah dekade. Sejak tahun 1991, tempat buangan bahan berbahaya ini telah dibersihkan dengan cara yang berbeda-beda yang tidak sempurna. Kecerobohan ini menyebabkan masalah kesehatan kepada semua yang tinggal di dekat atau yang ditempatkan di sana. Pangkalan militer yang terletak disemenanjung yang secara relatif berdekatan dengan Kota Kuwait, ibukota tempat perkantoran pemerintahan. Penduduknya kira-kira berjumlah 191,000 orang ketika kecelakaan senjata depleted uranium terjadi. Tepat disudutnya adalah Kuwait City International Airport.
Tujuh belas tahun lalu, selama terjadi Perang Teluk I, Doha merupakan tempat terbesar dari penyimpanan senjata dan bahan peledak depleted uranium dan tempat penyimpanan tank. Pada tanggal 11 July 1991, kira-kira pada jam 10:20 pagi kata seorang penyidik Pentagon, sebuah pemanas yang rusak dalam sebuah pembawa amunisi M992 dilengkapi dengan peluru artileri 155mm disambar api dan menyebabkan ledakan beruntun dan kebakaran. Jilatan apai dan ledakan mengirimkan bahan kimia dan debu radiasi dari persenjataan dan tank ke udara setinggi beberapa mil, juga asap hitam yang berbahaya naik tinggi ke langit. Tank-tank, peralatan lainnya, kendaraan dan gudang besar tempat penyimpanan amunisi hangus terbakar. Lima puluh orang serdadu Amerika dan enam orang serdadu Inggris terluka. Dua orang serdadu Amerika terlauka serius. Perlu berbulan-bulan dengan biaya jutaan dolar untuk membangun kembali sebuah pangkalan militer yang signifikan. "Kerusakannya luar biasa, "begitu kata seorang penyidik Pentagon. "Api dan ledakan merusakkan atau menghancurkan 102 kendaraan, termasuk empat buah tank M1A1 dan sejumlah kendaraan tempur lainnya. Lebih dari dua lusin gedung juga mengalami kerusakan. Diperkirakan kerugian berkisar hampir US $15 juta karena rusak atau hancurnya senjata DU sabot 660 M829 120mm.."
Pada awalnya Angkatan Bersenjata bekerja selama berbulan-bulan dalam sebuah opersai pembersihan utama. Kemudian pada akhir tahun 1991, yang kedua dan tahap akhir dari pembersihan peralatan berbahaya dilakukan oleh the Environmental Chemical Corporation. Dan laporan penyidik Pentagon mengatakan: "Personnel membereskan drum-drum DU penetrator mengenakan topi ahli bedah, kaca pengaman, masker pengaman setengah muka, coverall, apron karet sintetis, sarung tangan karet ahli bedah dengan sisipan katun, dan 'sepatu boot karet' khusus. Jumlah keseluruhannya ada delapan buah drum diisi kira-kira 250 DU penetrator."
Pemerintah Kuwait menyewa kontraktor pemerintah Amerika Serikat, the Halliburton Corporation, untuk memindahkan rongsokan kapal yang terbakar disekitar Kuwait City ke tempat pembuangan di sebelah barat gurun pasir. Tetapi, belum sampai tiga tahun lalu, ketika Amerika Serikat merencanakan untuk menghentikan penggunaan pangkalan militernya, Angkatan Bersenjata membuang tambahan pecahan selongsong. Dan baru saja pada bulan April tahun ini sisa sampah raksasa ini pada akhirnya dinetralkan di tempat. Pembersihan dilakukan oleh MKM Engineers, yang berkantor pusat di Stafford, Texas, dibiayai oleh pemerintahKuwait.
David Foster, seorang jurubicara urusan publik Angkatan Bersenjata mengatakan "an Army public affairs spokesman, said "bagaimanapun juga, Angkatan Bersenjata tidak mempunyai kewajiban hukum untuk membersihkan the (particulate) material" di Camp Doha. Angkatan Bersenjata awalnya membawa senjata dan peralatannya untuk melindungi Kuwait, jadi sekarang merupakan kewajiban Kuwait untuk membayar biaya pembersihan, mengangkut bahan-bahan berbahaya sampai selsesai, dikubur dengan aman, katanya.
Sejumlah 6,700 ton pasir tercemar dengan partikel depleted uranium diangkut dari Kuwait dengan kapal dalam bulan April ke Pelabuhan Longview di Washington. Tong-tong berisi pasir kemudian dipindahkan ke kereta api untuk pengiriman akhir kepada American Ecology Corporation's Idaho's Grand View fasilitas sampah radiasi tingkat rendah, 70 mil di tenggara Boise di Gurun Owyhee.
"Berdasarkan keaadaan tingkat pencemaran yang sangat rendah," juru bicara American Ecology, Chad Hyslop, mengatakan "tanahnya tidak diatur sebagai 'material radioaktif' oleh Departemen Transportasi Amerika Serikat. "Penetrator rusak depleted uranium dipisahkan oleh MKM dan dikirim secara terpisah ke Amerika Serikat untuk dibuang, menurut Foster, juru bicara Angkatan Bersenjata. Baik the Department of Environmental Protection maupun the Nuclear Regulatory Agency, menerima hasil uji coba dan penjelasan bahaya dari debu depleted uranium, mengizinkan kondisi seperti ini untuk dibuang,
EPA and NRC Leave Cleanup and Burial to the Army
Kedua pejabat keagenan tersebut menyandarkan atas kata-kata pejabat Angkatan Bersenjata bahwa pengapalan debu depleted uranium ini tidak mengancam umat manusia atau merusak lingkungan, baik selama transit atau sewaktu disimpan di tempat pembuangan akhir di Idaho. Mark MacIntyre, seorang juru bicara EPA mengatakan: "Angkatan Bersenjata bertanggungjawab dengan menggolongkan material tersebut dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan alat transportasi dan syarat-syarat pembuangan ... EPA tidak mempunyai standard tertentu berkaitan dengan depleted uranium. Untuk tujuan pembuangan, depleted uranium dipertimbangkan sebagai buangan radioaktif tingkat rendah dan tunduk kepada peraturan-peraturan dari U.S. Nuclear Regulatory Commission." Neil Sheehan, seorang juru bicara untuk the NRC, menjelaskan: "Pasir - dengan sejumlah kecil depleted uranium sedang dikirim ke fasilitas U.S. Ecology Idaho untuk dibuang - berisi 'bebas' dari konsentrasi uranium, lebih kecil dari 0.5-persen beratnya. jika konsentrasinya lebih besar dari ini, kami mungkin khilaf."
doug_rokke
Pensiunan Major AB, Doug Rokke  (gambar kiri) bergelar Ph.D. bidang pendidikan - fisika dan teknologi - dari University of Illinois, sudah bertahun-tahun menentang penggunaan DU melalui Internet dan dengan cara lainnya. Ia yakin bahwa operasi pembuangan sampah DU Doha baru-baru ini melanggar pedoman keselamatan. Dia bekerja pada tim operasi khusus, the 3rd U.S. Army captured equipment project team, dan  dengan the 3rd U.S. Army Depleted Uranium Assessment team selama Perang Teluk I. Sebagai hasil kerjanya dalam pembersihan DU, Rokke mengatakan ia sakit karena radiasi yang merusak paru-parunya dan ginjalnya. Dia juga terkena radiasi katarak, fibromyalgia, bintik merah pada kulit, hilang pendengaran, diarrhea, penyakit reactive airway, luka pada otak, gigi pecah dan ompong, dan neurological abnormalitiesAdalah menggelikan kata Rokke, baik NRC, EPA dan Angkatan Bersenjata yang menyangkal bahaya depleted uranium dari Doha. Mereka melakukan hal ini, katanya, bahkan pemerintah Amerika Serikat memberikan mandat pembersihan sangat besar kepada Concord, Massachusetts,, lokasi pabrik pembuatan mesiu depleted uranium Starmet's Superfund, dan tentu saja menyakitkan untuk mengapalkan DU dari Camp Doha, Kuwait,  ke Amerika Serikat sementara membahayakan lingkungan dan semua orang dari manapun yang dekat dengan kiriman tersebut.
Health Destroyed by DU
Former First Lt. Todd Lightfoot is one of many Army veterans who believes he became sick from the aftermath of the fire while stationed at Camp Doha in 1991. He explains at his Internet web site that: "During my entire tour; one could say that, 'I was in the loop' (in the know about operations)." Lightfoot added that he has reviewed "my notes from all of the meetings we had ... and we had meetings twice a day every day ... and many times having a meeting or two in between. I can still not find one mention of potential health hazards from depleted uranium or the possible contamination of any area at Camp Doha." and "I've been sick now since about 1995," said Lightfoot. "I have what they call IBS (irritable bowel syndrome), but they've not been able to treat it with any success. (It creates constant) bad, bad cramping in the lower abdomen, severe fatigue, bad joint pain, all of the norms rolled up into the 'Gulf War Illness' tag!"
"As for what I believe is the cause of my declining health," said Lightfoot, "there were three constants when I arrived a DOHA. There were the burning oil well fires. There was a constant presence of insects/pesticides. And then there was the DU. I've always believed that there is more to the DU than the US government and DoD would like us to believe." Army spokesman Foster did not answer queries about Lightfoot.
International Calls to Ban and Clean Up DU
Back as far as 1999, a United Nations committee called for a DU munitions ban worldwide because its long-term adverse health impact on civilians violates international law. More recently, in January, the United Nations voted to approve an inquiry among member nations to determine the harmful impacts of depleted uranium munitions. Three years later, the World Health Organization recommended that "young children's exposure to depleted uranium must be monitored and preventive measures taken, and heavily affected impact zones for depleted uranium munitions should be cordoned off and cleaned up." United States officials failed to effectively warn the government of Afghanistan about that very danger. BBC News reported in April: "Doctors in Afghanistan say rates of some health problems affecting children have doubled in the last two years. Some scientists say the rise is linked to use of weapons containing depleted uranium (DU) by the U.S.-led coalition that invaded the country in 2001. A Canadian research group found very high levels of uranium in Afghans during tests just after the invasion. A U.S. forces spokesman denied its weapons were affecting the health of Afghans or the country's environment."
Some cleanups were conducted in the Balkans, but otherwise the recommendations found little cooperation. Finally, in late May, the European Parliament passed a global ban on such weapons with a landslide approval vote. The rationale: "Ever since its use by the allied forces in the first war against Iraq, there have been serious concerns about the radiological and chemical toxicity of the fine uranium particles produced when such weapons impact on hard targets. Concerns have also been expressed about the contamination of soil and groundwater by expended rounds that have missed their targets and their implications for civilian populations. Despite the fact that scientific research has so far been unable to find conclusive evidence of harm, there are numerous testimonies as to the harmful and often deadly effects on both military personnel and civilians. The last few years have seen great advances in terms of understanding the environmental and health hazards posed by depleted uranium, and whereas it is high time that this was reflected in international military standards, as they develop. The use of depleted uranium in warfare runs counter to the basic rules and principles enshrined in written and customary international, humanitarian and environmental law."
Press spokespersons for both President George W. Bush and Vice President Dick Cheney have told this reporter in the past they rely upon the Pentagon for advice about the use of depleted uranium munitions, their health impacts and cleanups. Neither British Prime Minister Gordon Brown nor the British Environment Agency specifically answered this reporter's repeated queries about their policies toward DU munitions and cleanups.
The British Ministry of Defense says on its Internet site: "There is no reliable scientific or medical evidence to link DU with the ill health of either Gulf or Balkans veterans or people living in these regions. Many independent reports have been produced and researchers continue to consider the battlefield effects of using DU munitions. These reports include work by the Royal Society, the European Commission, the United Nations Environment Programme (UNEP) and the World Health Organization (WHO). None of these organizations has found a connection between DU exposure and illness, and none has found widespread DU contamination sufficient to impact the health of the general population or deployed personnel."
Jasem Al-Budaiwi, first secretary of the Kuwaiti Embassy in Washington, sent this reporter's inquiries to his government, but no reply came back. Repeated inquiries to presidential candidates Senator Barack Obama (D-Illinois) and Senator John McCain (R-Arizona) over a month's time netted no answer to phone calls or e-mails.
It was not until October 2006, after decades of complaints about the hazards that President Bush signed into law a Congressional bill calling for a study of the health effects of depleted uranium munitions' firings on American troops, but not on the millions of foreign civilians exposed. As a result, a legislative committee is expected to ask the Army to review the accuracy of acute exposures and the cancer risks posed by them.
This summer, a Canadian Member of Parliament, Alex Atamanenko (British Columbia Southern Interior, NDP) called on his government "to undertake every measure possible to ensure that depleted uranium weapons of mass destruction are banned forever." Atamanenko continued: "Belgium has banned the use of uranium in all conventional weapon systems. However, at least 18 countries, including the U.S., use depleted uranium in their arsenals. They are considered weapons of mass destruction under international law. According to a Canada-U.S. agreement, Canadian uranium exports may only be used for peaceful purposes." Nonetheless, he said, Canada provides raw uranium to the United States and other countries for processing and the resulting depleted uranium is then used in weapons.
DU Munitions Abandoned by Some
Now says Dai Williams, a British uranium expert, who posts on www.eoslifework.co.uk , most DU munitions are becoming pass , but in their wake, undepleted uranium shells made of natural uranium have been fired and are being manufactured by arms makers worldwide. "Why is this a problem?" asks Williams. "Because natural uranium in the general environment is mostly in large particles created from natural weathering processes. The body seems to be able to eject these. But weapons uranium dust is formed at very high temperature into ultra-fine particles described as aerosols that can pass through cell walls etc. In the lungs these will go into soft tissue and stay there, rather than being coughed out," Williams explains. In the meantime, he says, tons of the old DU munitions are still in storage for potential firing by countries including the Great Britain and the United States. The British, he said, are now using the hard metal tungsten to manufacture munitions formerly made of uranium. Even the U.S. Navy and Marines have abandoned depleted uranium munitions in light of their potential health hazards.
A Government Accountability Office investigation two years ago found the military's and the Department of Energy's handling of depleted uranium and other nuclear waste a fiscal quagmire to clean up. In the United States, DU munitions manufacturing operations have created numerous hazardous-waste concerns. The military has had to deal with firing range cleanups of DU, while the Energy Department is responsible for oversight of nuclear installations. "The nation's military installations and nuclear weapons production facilities," said the GAO, "have accumulated many types of waste and contamination over the years. The federal government estimated its environmental liability to clean up this waste at $249 billion in fiscal year 2004, representing the federal government's third-largest reported liability . It represents a significant future outflow of funds at the same time as many other competing demands for federal dollars, but is currently not auditable," the GAO said.
sumber : akhirzaman












ImageHost.org

BACALAH ALQURAN WALAU SATU AYAT SAJA. SUPAYA SEJUK HATI ANDA

:::Petunjuk::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::Jalan Keluar:::